Berita 07 Juli 2022
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Lamongan menggelar kegiatan seminar hasil kajian koleksi museum Sunan Drajat (Naskah Lontar), di Aula Disparbud Lamongan, pada Kamis (7/7/2022), hari ini.
Seminar ini diikuti oleh banyak kalangan mulai dari para guru sejarah, komunitas pemerhati sejarah dan budaya, dinas terkait, hingga awak media. Hal ini ditujukan guna menambah pemahaman dan informasi terkait koleksi yang ada pada museum Sunan Drajat.
“Seminar pemaparan hasil kajian naskah kuno ini dilakukan mengingat pentingnya penyelamatan naskah kuno sebagai bukti sejarah dan kekayaan sastra di Kabupaten Lamongan,” ujar Kepala Disparbud Lamongan, Siti Rubikah, Kamis (7/7/2022).
Selain itu, Rubikah juga menuturkan, bahwa deseminasi naskah ini kepada masyarakat juga sangat penting untuk dilakukan. Sehingga peran dan kolaborasi antar sejumlah pihak dalam penyelamatan naskah yang diprediksi telah ada sejak abad 15-16 Masehi ini juga harus dilakukan.
“Penyelamatan naskah kuno ini harus dilakukan secara kolaboratif, baik oleh Disparbud, Dinas Perpustakaan, Dinas pendidikan, serta peneliti dan akademisi. Sebab deseminasi kepada masyarakat lewat penyebaran nilai yang terkandung dalam naskah, pembelajaran bahasa, dan lain-lain juga sangat penting,” terangnya.
Oleh karenanya, Rubikah menuturkan, untuk melestarikan nilai itu pihaknya akan berupaya merealisasikan langkah lanjutan yakni dengan digitalisasi. Dengan begitu, masyarakat akan lebih mudah mengakses dan mempelajari secara mendalam isi naskah lontar yang memuat tentang penjelasan Surat Yusuf bertuliskan huruf Jawa Kuno.
“Karena Naskah Serat Yusup memiliki nilai penting yang sangat tinggi maka digitalisasi perlu dilakukan. Rencananya versi e-book juga akan diproduksi oleh Dinas Kearsipan Provinsi,” tandasnya.
Sementara itu, Peneliti Naskah Serat Yusup dari UGM Yogyakarta, Laksmi Eko Safitri menjelaskan bahwa Naskah Serat Yusup ini merupakan salah satu karya sastra pesisir berbahan lontar koleksi Museum Sunan Drajat yang jarang ditemukan di wilayah pesisir utara Jawa Timur.
“Naskah Serat Yusup ini merupakan salah satu sastra yang terkenal dengan kosmologinya. Nilai-nilai penting dalam aspek arkeologis, sejarah, agama, kebudayaan, dan pendidikan yang dimikili Serat Yusup merupakan identitas kedaerahan dari khasanah kebudayaan Lamongan,” ungkapnya.
Lantaran kondisi naskah yang korup, ungkap Laksmi, maka dibutuhkan penyelamatan baik fisik maupun tekstual. Kajian awal secara tekstual ini digelar untuk mengetahui kondisi naskah, alih aksara dan bahasa, serta nilai penting yang terkandung sebagai acuan konservasi dan upaya penyelamatan lanjutan.
“Metode penelitiannya menggunakan penelitian kualitatif yang berbentuk konten analisis. Diidentifikasi dan dianalisis menggunakan pendekatan kodikologi dan tekstologi,” kata Laksmi.
Lebih rinci, Laksmi menyebut bahwa naskah ini berjudul Serat Yusup, dengan nomor registrasi 80/LMG/2003. Naskah ini berbahan sampul kayu jati dan teks lontar. Dengan ukuran panjang 30 cm dan lebar 4 cm. Namun, naskah yang memakai aksara hanacaraka bahasa jawa kuna ini tidak ada tahun pembuatannya.
“Serat Yusup berupa lembaran lontar persegi panjang yang memiliki cover sisi depan dan belakang. Kedua cover berwarna coklat setebal 1 cm dan memiliki hiasan floral di ujung kedua sisinya. Lembaran lontar sebanyak 95 ini diikat oleh sebuah tali (baru) yang berada di sisi tengah, namun terdapat tiga lubang pengikat di kedua sisi samping dan tengah. Kondisi teks cukup baik dan terawat, namun ada beberapa lembar teks yang tidak utuh karena aus,” bebernya.
Naskah ini, kata Laksmi, berisi teks yang mengisahkan tentang kehidupan Nabi Yusuf, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Quran. Teksnya berbentuk syair yang diawali oleh pupuh Asmaradhana dan diakhiri oleh Dhandhanggula.
“Naskah Serat Yusup adalah karya sastra Jawa pesisiran. Tentu berbeda dengan karya sastra yang berasal dari kraton. Mempunyai kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya tersendiri, yaitu berkaitan dengan orang-orang Jawa yang tinggal di daerah pesisir,” terangnya.
Tak cukup itu, menurut Laksmi, hasil-hasil kesusastraan Jawa Pesisiran belum banyak diungkapkan orang. Pasalnya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karya-karya ini umumnya ditulis dalam aksara Arab Pegon dan aksara Arab Gondhil yang sulit dibaca orang awam.
Lalu, tambah Laksmi, naskah dari daerah pesisir itu telah banyak yang hilang. “Tertarik untuk melakukan kajian terhadap naskah ini. Karena selama ini belum ada yang melakukan kajian terhadap koleksi naskah kesusastraan pesisiran tersebut,” imbuhnya.
Masih kata Laksmi, penelitian terhadap naskah ini sudah berjalan selama 4 bulan. Alih aksara dan alih bahasa naskah, katanya, memberikan gambaran secara detail isi naskah tersebut sehingga memudahkan untuk memahami dan mengaplikasikan kandungan naskah.
“Meski terbaca 90 persen bisa terbaca, kondisi naskah dalam tingkat keterancaman tinggi yakni banyaknya teks yang korup atau rusak. Naskah Serat Yusup ini memiliki nilai penting yang merupakan identitas kedaerahan yang menjadi bagian dari khasanah kebudayaan di Lamongan. Sehingga pelestarian demi mempertahankan nilai tingable dan intangible yang dimilikinya sangat diperlukan,” tutupnya.
Source : beritajatim.com