Berita 27 Agustus 2023
Berjarak sekitar satu kilometer dari Jalan Raya Surabaya-Tuban, berdiri penuh keanggunan, sebuah gemintang keharmonisan di tengah keriuhan Jalur Pantura Lamongan, Desa Balun yang dijuluki Desa Pancasila sebuah desa yang menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang bahwa kerukunan dan kedamaian merupakan dua pilar penting dalam masyarakat yang majemuk.
Desa Balun adalah rumah bagi warga dari berbagai pengeyatan agama; Islam, Kristen, dan Hindu, yang telah memelihara dan memperkokoh harmoni kehidupan mereka selama lebih dari setengah abad.
Keberagaman mereka tidak menjadi penghalang, namun sebaliknya, memperkuat ikatan persaudaraan dan penghargaan.
Salah satu simbol yang paling merepresentasikan kerukunan ini adalah kehadiran tiga rumah ibadah dalam jarak yang dekat, sekitar 200 meter dari balai desa, dan di dekat sebuah lapangan. Di sana, berdiri megah Masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan, dan Pura Sweta Maha Suci.
Menariknya toleransi ini berlangsung alami, tanpa ada deklarasi atau pertemuan yang terkesan artifisial.
Sebagai contoh, pada saat umat Hindu sedang melaksanakan perayaan hari besar maka warga yang non Hindu akan berkunjung bersilaturahmi. Bahkan pada saat melaksanakan ibadah, warga non Hindupun ikut menjaga keamanan keberlangsungan ibadah begitupun sebaliknya.
“Warga yang hidup di sini, saling menghormati, saling menjaga silaturahmi dengan tetangga, teman, maupun rekan kerja yang berbeda agama. Saling tolong menolong orang lain yang tertimpah musibah walaupun latar belakang agama mereka berbeda-beda,” ungkap Tadi, Juru Mangku Agama Hindu saat ditemui di Pura Sweta Maha Suci, Sabtu, 26 Agustus 2023.
Tadi mengatakan warga di sini kawin mawin mewarnai kehidupan Desa Balun. Bahkan, sambung dia, ada yang tinggal dalam satu rumah dengan agama yang berbeda-beda.
Meski hidup satu atap yang sama dengan keyakinan yang berbeda-beda, namun mereka menunjukkan harmonisasi keberagaman.
“Sebagai contoh, ayah saya itu tiga bersaudara. Ayah saya adalah anak tertua memeluk Agama Hindu, saudara nomor dua agamanya Islam dan yang ketiga Kristen. Sementara kakek nenek saya beragama Hindu tetapi mereka hidup rukun dan saling menghargai satu sama lain,” ujarnya.
Pengakuan senada disampaikan Takmir Masjid Miftahul Huda Desa Balun. Menurut Ustad Titis Sutarno toleransi antarumat beragama terjalin sangat baik dan harmonis. Penduduk muslim yang mayoritas menghargai minoritas umat Hindu dan Kristen demikian sebaliknya.
“Di sini mayoritas Islam. Walaupun kami mayoritas tapi tetap merangkul yang minoritas. Jadi tidak ada yang merasa besar dan merasa kecil. Jadi di antara tiga agama itu saling berdampingan. Toleransi itu bukan hanya diterapkan di tengah masyarakat. Tetapi, juga diterapkan dalam rumah tangga. Karena, dalam satu rumah terkadang ada yang tinggal dengan tiga agama yang berbeda,” ujarnya.
“Salah satu contoh tolerasi disini adalah saling silaturahmi pada saat perayaan hari besar. Silaturahminya itu bukan langsung ke bagian agamanya tetapi silaturahmi berkunjung ke tempat ibadahnya. Misalnya umat muslim sedang menjalankan ibadah Idul Fitri, umat Hindu maupun Kristen membantu menjaga pengamanannya dibagian luar masjid,” ujarnya.
Begitu juga, lanjutnya, saat ada perayaan Ogoh-ogoh umat dari Islam dan Kristen membatu pengamanannya dari luar.
"Pun demikian, saat umat Kristiani sedang menjalankan ibadah. Kami dari Muslim dan Hindu membantu menjaga pengamanannya dari luar,” tuturnya.
Uztas Titis Sutarno berharap warga diluar sana mencontoh keharmonisan antar umat beragama yang ada di Balun.
“Contohlah Balun. Walaupun Balun itu hanya satu Desa tetapi saling menerapkan toleransi umat beragama. Jadi kami yang mayoritas tidak merasa besar yang minoritas tidak merasa kecil. Sehingga, diantara tiga agama itu saling guyub, rukun antara satu agama dengan yang lain,” pesannya.
Ditempat yang berbeda, Ketua wilayah Balun Gereja Jawi Wetan (GJWI) Sutrisno mengatakan, toleransi umat beragama di Desa Balun sudah terjalin sejak lama. Meskipun berbeda-beda agama tapi, masyarakat Balun bisa menempatkan dimana harus panatik dengan agamanya masing-masing. Kemudian dimana harus berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.
“Sebagai contoh belum lama ini ada Tasyakuran disini. Saat itu agama Hindu, Kristen dan Islam berkumpul di balai desa membawa tumpeng bersama-sama kemudian dimakan bersama. Disini yang tidak bisa disatukan hanya satu yaitu ibadah. Selain itu, kami disini saling bantu. Kalau ada kerja bakti di desa kami. Semuanya akan turun langsung gotong royong,” bebernya.
Di tempat berbeda, Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf, merasa sangat terkesan dan bangga dengan harmoni dan kerukunan yang terjalin di Desa Balun, Lamongan. Desa ini adalah bukti bahwa kita bisa merayakan keberagaman dan justru mendapatkan kekuatan darinya.
“Inilah nilai-nilai yang kita pegang teguh sebagai bangsa Indonesia yaitu persatuan dalam keberagaman atau Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.
Menurut Pangdam, umat Islam, Kristen dan Hindu di Desa Balun telah menunjukkan bahwa perbedaan agama bukanlah hambatan untuk hidup berdampingan dalam kedamaian dan kebersamaan. Fakta bahwa tiga rumah ibadah bisa berdiri berdampingan, dan umat beragama bisa beribadah dengan damai, adalah bukti konkret dari kerukunan dan saling pengertian yang mereka jaga.
Sebagai prajurit dan pejabat negara, Pangdam Brawijaya mengapresiasi dan mendukung penuh usaha-usaha untuk merawat kerukunan di tengah masyarakat, seperti yang dilakukan warga Desa Balun.
“Sebagai Pangdam, saya merasa bangga dan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada masyarakat Desa Balun. Saya berharap, apa yang dicapai oleh Desa Balun ini dapat dijadikan inspirasi oleh desa-desa lain di Indonesia untuk memupuk suasana kerukunan dan toleransi di tengah masyarakatnya,” harapnya.
Tak hanya itu, kestabilan dan kerukunan seperti yang ada di Desa Balun juga merupakan bagian penting dari upaya menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. Hal ini membantu tugas TNI dalam menjaga keutuhan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Peran serta masyarakat sangat penting dalam menjaga harmoni dan kedamaian ini, saya berharap sinergitas antara TNI, Pemerintah, dan Masyarakat dapat terus terjaga dan ditingkatkan guna terciptanya lingkungan yang aman dan damai,” ungkapnya.
Dandim 0812 Lamongan, Letkol Arm Ketut Wira Purbawan mengatakan dirinya sangat bangga melihat kerukunan yang ditunjukkan oleh masyarakat Desa Balun. Mereka telah membuktikan bahwa keragaman bukan penghalang, melainkan pemersatu dalam mewujudkan harmoni kehidupan sosial.
Tiga rumah ibadah, Masjid Miftahul Huda, Gereja Kristen Jawi Wetan, dan Pura Sweta Maha Suci, dapat berdiri berdampingan dan saling menghormati menjadi bukti nyata kerukunan dan toleransi yang ada di Desa Balun.
“Ini adalah suatu lambang bahwa agama dan keyakinan adalah sarana untuk meningkatkan kedamaian dan kerukunan,” ujarnya.
Warga Desa Balun telah menunjukkan kepada kita bagaimana persaudaraan dan kepedulian antar warga dapat melampaui batas-batas keyakinan dan agama. Mereka telah menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang mendalam antara satu sama lain dan menjalankan nilai-nilai luhur Pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika dengan baik.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada warga Desa Balun yang telah menunjukkan contoh kerukunan yang luar biasa dan patut diteladani. Semoga suasana harmoni dan persaudaraan yang telah tercipta ini bisa terus terjaga dan ditingkatkan,” ungkapnya.
Umat Kristiani di Desa Balun sebanyak 198 kepala keluarga (KK). Sedangkan umat Muslim sebanyak 783 KK dan agama Hindu sebanyak 55 KK atau 6 persen dari warga Balun.
Setiap rumah ibadah berdiri dengan arsitektur yang unik dan monumental, masing-masing menceritakan kisah sendiri, namun bersama-sama mereka melantunkan nada-nada harmoni dan kerukunan. Suara adzan, lonceng gereja, dan mantra-mantra Hindu saling bergema, mengisi udara Desa Balun dengan melodi kebersamaan yang menghangatkan jiwa.
Kerukunan antar umat beragama di Desa Balun bukan hanya sekadar harmoni yang diciptakan oleh tiga rumah ibadah tersebut. Lebih dari itu, suasana kerukunan itu hadir dalam sehari-hari warga Balun, dalam setiap diskusi, dalam setiap acara sosial dan, tentunya, dalam setiap interaksi sehari-hari antara warganya.
Desa Balun adalah gambaran nyata dari semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, memperlihatkan kepada dunia bahwa berbeda dalam keyakinan bukanlah hambatan untuk hidup berdampingan dalam kedamaian dan saling pengertian. Melainkan, ia menjadi harmoni indah yang mewujud dalam kehidupan sehari-hari, membuat Desa Balun menjadi lambang toleransi dan keanekaragaman yang nyata dan hidup dalam keseharian warganya.
Sumber : timesindonesia.co.id