1. Masjid Namira
Masjid yang berada di Jl. Raya Lamongan- Mantup, Jl. Kramat Jaya, Sanur, Jotosanur, Kecamatan Tikung ini kerap menjadi salah satu lokasi wisata religi yang selalu dikunjungi wisatawan. Masjid Namira dibangun pada tahun 2013 dan memiliki luas sekitar 2.750 meter persegi atau 2,7 hektar.
Masjid namira adalah salah satu masjid di Indonesia yang memiliki konsep ala Masjidil Haram di Makkah, karena di dalam masjid ini terdapat sebuah kain Kiswah besar yang biasannya di gunakan sebagai kain penutup Ka'bah yang berada di dinding migrab imam Masjid Namira. Tidak hanya itu di sudut-sudut masjid namira Lamongan ini juga banyak terdapat kain kiswah yang ukurannya lebih kecil sehingga semakin menjadikan masjid ini memiliki nuansa ala Masjidil Haram.
2. Masjid Agung LamonganBeranjak dari Masjid Namira, salah satu wisata religi di Lamongan selanjutnya yang bisa menjadi lokasi pilihan untuk dikunjungi adalah Masjid Agung Lamongan. Masjid ini pertama kali didirikan pada tahun 1908 dengan gaya arsitektur Jawa yang khas. Saat ini Masjid Agung sudah dipugar menjadi lebih modern dengan ciri khas menara yang menjulang pada kedua sisinya yang terlihat indah saat malam hari.
Dalam masjid ini juga terdapat Mushaf Al-Quran terbesar yang memiliki ukuran 240 x 155 x 18 sentimeter buah karya dari Ustaz Rusdi Aliuddin.
Selain itu di utara masjid terdapat makam aulia dengan empat nisan yakni nisan Kiai Mahmoed, nisan kosong yang rencananya untuk istri Kiai Mahmoed serta nisan Kiai Mastoer Asnawi dan nisan yang berisi peralatan pertukangan. "Di depan halaman masjid juga terdapat Gentong air dan sebuah alas yang terbuat dari batu atau biasa disebut batu pasujudan yang kini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya," kata Kepala Disparbud Lamongan Siti Rubikah.
3. Makam Sunan DrajatSunan Drajat seringkali juga disebut sebagai Raden Qasim merupakan putera dari Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila atau Dewi Chandrawati yang menyebarkan agama Islam di Desa Banjaranyar, Paciran yang kemudian pindah ke Desa Jelak untuk kemudian membuka hutan dan diberi nama Desa Drajat, dari sini bermula gelar Sunan Drajat berasal.
Dalam mensyiarkan agama Islam, Sunan Drajat fokus pada pendidikan, dakwah dan sosial, serta sangat memperhatikan nasib para fakir miskin, yatim piatu dan orang-orang terlantar. Di kompleks Makam Sunan Drajat ini, kita juga bisa berkunjung ke Museum Sunan Drajat yang menyimpan benda-benda sejarah peninggalan Sunan Drajat dan jejak sejarah lainnya. "Salah satu ajaran Sunan Drajat yang terkenal di antaranya adalah paring teken marang kang kalunyon lan wuto, paring pangan marang kang kaliren, paring sandang marang kang kawudan, paring payung marang kang kudanan," ujarnya.
Dalam menyebarkan dan mengajarkan Islam, terang Siti Rubikah, Sunan Drajat mengajarkan agama Islam menggunakan media kesenian yaitu menciptakan tembang Pangkur. Alat musik yang digunakan berupa gamelan bernama Singo Mengkok, yang sekarang disimpan di Museum Sunan Drajat. "Kompleks Makam Sunan Drajat baru saja selesai dalam proses revitalisasi oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Timur, Direktorat Penataan Bangunan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)," imbuhnya.
4. Makam Sunan Sendang DuwurMakam Sendang Duwur berjarak 4 km dari Wisata Bahari Lamongan (WBL). Makam ini berlokasi di puncak Bukit Amitunon atau Gunung Tunon di Desa Sendang Duwur. Meski demikian lokasinya masih bisa diakses peziarah/pengunjung dengan kendaraan karena jalannya tersedia dengan baik.Kompleks makam Sunan Sendang Duwur merupakan bangunan berarsitektur tinggi hasil perpaduan antara Islam dan Hindu. Ini bisa dilihat dari bentuk Tugu Bentar di bagian depan dan Gapura Paduraksa. "Makam Sunan Sendang Duwur ini mempunyai bentuk yang lebih minimalis serta artistik dibandingkan dengan makam Sunan Drajat. Ketika hendak memasuki area pemakaman, terdapat gapura yang membentuk Tugu Bentar. Kemudian memasuki lebih dalam, terdapat Gapura Paduraksa yang berhiaskan ukiran kayu jati dan terdapat dua buah batu hitam menyerupai kepala kala yang kental akan nuansa Hindu," terang Rubikah.
Gapura Paduraksa yang berada di kompleks makam Sunan Sedang inilah yang kini menjadi salah satu ikon Lamongan, yaitu menjadi gerbang selamat datang Lamongan. "Keistimewaan Makam Sunan Sendang yaitu terdapat dua buah Gapura yang sangat menarik, yaitu Gapura Bentar dan Gapura Paduraksa," paparnya.
5. Makam Syekh Maulana IshaqMasih di wilayah Pantura Lamongan, tepatnya di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran. Makam yang satu ini lokasinya berada di tepi laut dengan pemandangan yang luar biasa indahnya. Tidak hanya itu saja, di samping makam tersebut juga terdapat sebuah masjid 2 lantai peninggalan Syekh Maulana Ishaq, yaitu Masjid Al Abror yang dibangun di atas lahan 5 Hektar.
Makam yang ada di Desa Kemantren ini diyakini sebagai makam ayah dari Sunan Giri, yaitu Syekh Maulana Ishaq.
6. Makam Nyi AndongsariBerlokasi di bukit Gunung Ratu yang ada di Dusun Cancing, Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang, Makam Dewi Andongsari dipercaya merupakan makam ibu Gajah Mada. Cerita tutur dilengkapi keberadaan makam Dewi Andongsari yang disebut-sebut merupakan ibunda Gajah Mada seolah bukti bahwa Gajah Mada memang benar berasal dari Lamongan.
Sebagai bagian dari situs sejarah yang menjadi jujugan wisatawan di Lamongan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) saat ini tengah melakukan revitalisasi atau perbaikan Makam Dewi Andongsari. Pemugaran situs Makam Mbah Ratu (Nyai Andong Sari) diharapkan akan mampu menjadikan kawasan ini tidak hanya menjadi wisata yang bernilai religi, namun juga mampu merepresentasikan sejarah kejayaan Nusantara yang berhasil disatukan oleh Patih Gajah Mada dalam naungan Kerajaan Majapahit. "Komplek makam Nyai Andong Sari ini akan direkontruksi dengan luas 2.706 m2, terdiri dari pembangunan cungkup Makam Nyai Ratu, cungkup pusara Kucing Condromowo dan Garangan Putih yang merupakan teman Dewi Andong Sari pada masa pengasingan, tempat istirahat, musholla, tempat wudhu, kamar kuncen, dan gapura," terang Rubikah.
Sebagaimana dikisahkan, Gunung Ratu ini merupakan daerah yang oleh masyarakat sekitar dipercaya sebagai tempat dilahirkannya Patih Gajah Mada. Dimana pada masa itu, Ibunda Patih Gajah Mata (Dewi Andong Sari) diasingkan dari istana karena rasa iri dari istri Raden Wijaya lainnya atas kehamilannya.
Sumber : https://www.detik.com