Sejarah singkat BNPB Dikutip dari situs resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berikut ini perkembangan lembaga penyelenggara penanggulangan bencana berdasarkan periode waktu:
BPKKP (1945-1966)
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) pada 20 Agustus 1945. BPKKP berfokus pada kondisi situasi perang pasca kemerdekaan Indonesia. BPKKP bertugas untuk menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.
BP2BAP (1966-1967)
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966. Penanggung jawab BP2BAP adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana. Melalui keputusan ini, paradigma penanggulangan bencana berkembang tidak hanya berfokus pada bencana yang disebabkan manusia tapi juga bencana alam.
TKP2BA (1967-1979)
Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA). Latar belakang pembentukan TKP2BA karena frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana secara serius dan terkoordinasi sangat dibutuhkan.
Bakornas PBA (1979-1990)
Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA). Bakornas PBA dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1979 dan diketuai oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra). Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahapan pencegahan, penanganan darurat dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional dari Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor 27 Tahun 1979 membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) di setiap provinsi.
Bakornas PB (1990-2000)
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) diubah menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Latar belakang perubahan nama ini disebabkan bencana terjadi tidak hanya karena alam tapi juga faktor non alam dan sosial. Bencana non alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi dan konflik sosial. Melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas Bakornas PB diperluas. Tidak hanya fokus pada bencana alam tapi juga bencana non alam dan sosial. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan penanganan lintas sektor, lintas pelaku dan lintas disiplin yang terkoordinasi.
Bakornas PBP (2000-2005)
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) berubah menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP). Pengubahan nama tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001. Lalu diperbarui dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2001. Latar belakang perubahan nama karena Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana sosial yang terjadi di beberapa tempat kemudian memunculkan permasalahan baru. Permasalahan baru ini membutuhkan penanganan khusus karena terkait dengan pengungsian.
Bakornas PB (2005-2008)
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB). Latar belakangnya, gempa bumi dan tsunami di Aceh dan sekitarnya pada 2004 mendorong pemerintah dan dunia internasional memberikan perhatian serius dalam manajemen penanggulangan bencana. Bakornas PB memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulangan bencana. Sejalan dengan itu, perhatian utamanya menjadi pendekatan paradigma pengurangan risiko bencana.
BNPB (2008-sekarang)
Setelah mengeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jadi, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008. Latar belakangnya, untuk merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga maupun pendanaan. BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.