DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

Informasi

Informasi 03 Januari 2025

PENDIDIKAN LITERASI INFORMASI SEBAGAI PENANGKAL INFORMASI HOAX DAN PENDUKUNG PEMBELAJARAN SEPANJANG HAYAT

Dalam kehidupan yang serba modern, informasi menjadi kebutuhan vital bagi kehidupan manusia. Informasi dibutuhkan untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Baik itu dalam bidang ekonomi, politik, sosial maupun pendidikan. Masyarakat membutuhkan informasi untuk menunjang pergerakanya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana guna menunjang percepatan pergerakan informasi. Beriringan dengan perkembangan teknologi, kini informasi sudah mulai terkoneksi satu sama lain melalui digitaliasi informasi secara online.
Digitalisasi kehidupan manusia juga secara bertahap akan merubah kehidupan masyarakat, yang bermula  society menjadi knowledge society (Klaus Schwab, 2015). Perubahan paradigma sosial ini didorong oleh semakin terintegrasinya sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam masyarakat secara seamless dan realtime. Teknologi membuat masyarakat mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat. 
Penyebaran informasi melalui media sosial berkembang sangat masif. Realita yang terjadi, informasi apapun cepat menjadi viral dalam sekejap saja. Fenomena ini berimplikasi pada mudahnya mempercayai informasi yang diperoleh dari sumber yang belum tentu benar  untuk kemudian disebar kepada yang lainnya. Meskipun bisa jadi informasi tersebut merupakan berita hoax. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat’. 
Berdasarkan data Perpustakaan Nasional tahun 2023, Tingkat Gemar Membaca Indonesia tahun 2023 sebesar 66.77 dan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat tahun 2023 sebesar 14.58. Angka-angka ini masih dalam posisi sedang. Indonesia menempati posisi ke-100 dunia dengan literasi mencapai 95,44%. Posisi ini masih kalah dibanding negara Asia Tenggara lain, Filipina di posisi ke-88 dengan 96,62%, Brunei di posisi 86 dengan 96,66%, dan Singapura di posisi 84 dengan 96,77%. Rendahnya peringkat literasi Indonesia di mata dunia ini menjadi salah satu Indikator bahwasanya literasi informasi masyarakat Indonesia masih rendah.
Literasi informasi secara umum merupakan kemampuan seseorang dalam membaca, menulis, dan menggunakan bahasa lisan. Literasi informasi juga didefinisikan sebagai kesadaran akan kebutuhan informasi seseorang, mengidentifikasi, pengaksesan secara efektif dan efisien, mampu mengevaluasi informasi secara kritis dan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif. Menurut Kamus Bahasa Inggris literacy adalah kemelekan huruf atau kemampuan membaca dan information adalah informasi, jadi literasi informasi adalah kemelekan terhadap informasi. 
Menurut American Library Association (ALA) (2006) orang yang menjadi “melek informasi” mereka tidak hanya menyadari atau mengenali kapan informasi dibutuhkan, tetapi juga mampu mengakses informasi yang dibutuhkan, mengevaluasi serta menggunakanya secara efektif informasi untuk pengambilan keputusan atau pemecahan masalah-masalah yang ditangani. (Husaebah, 2014) Literasi informasi merupakan kemampuan seorang manusia yang akan menyelamatkan individu dari sesatnya hoax. Melalui literasi informasi, masyarakat akan dituntut untuk membaca dan mengkonfirmasi apakah berita yang dibaca memang benar ataukah merupakan berita hoax. Perpustakaan memberikan dasar literasi informasi kepada pengguna melalui berbagai media dan sumber daya yang dimilikinya.  
Hoax merupkan informasi yang tidak falid atau biasa disebut berita bohong. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘hoaks’ adalah ‘berita bohong.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat’. Penyebaran hoax kian merambah beriringan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Informasi hoax mudah sekali menyebar melalui situs online, sosial media, maupun media daring lainya. Masyarakat dengan mudah mengaksesnya dan meneruskanya pada akun-akun lain.
Fenomena hoax yang terjadi di atas ditengarai akibat perilaku pengguna internet dalam menerima informasi bohong (hoax) dari media sosial. Sehingga munculah berbagai kajian dan pengamatan yang memaparkan alasan munculnya fenomena hoax. Sosiolog UI, Ida Ruwaida dalam Berindra (2016), menjelaskan bahwa generasi langgas yang menjadi bagian dari pengguna internet terbagi menjadi dua kelompok yaitu haters (pembenci) dan lovers (pencinta). Mereka cenderung memakai satu kacamata: positif atau negatif. Lovers akan terus mencari pembenaran, sedangkan Haters sulit diberi penjelasan karena kehilangan kemampuan memilah. Perilaku tersebut terjadi karena mereka lebih suka memahami dengan cara melihat saja daripada mencari tahu lebih lanjut.
Disinilah pentingnya literasi Informasi, hal ini dibutuhkan dalam menghadapi dunia global. Orang yang sering membaca atau melakukan aktivitas literasi informasi akan mempunyai sikap skeptis dalam memilah-milah informasi dan memastikan kebenaranya dari sumber lain. Sehingga tidak dengan mudah terpengaruh berita hoax. Orang yang malas membaca akan mudah percaya dengan suatu informasi tanpa membaca secara detail dan memastikan kebenaranya dari sumber lain. Sedangkan orang yang giat membaca dan melakukan literasi informasi mereka tidak begitu saja menerima suatu informsi secara mentah-mentah. Mereka memilih untuk memastikan kebenaran dari sumber lain. Karena minat bacanya tinggi berapapun banyak bacaan yang dibaca mereka tidak akan terbebani, demi untuk mendapatkan informasi yang benar-benar merupakan suatu fakta.
Manusia merupakan makhluk pembelajar, keinginan untuk terus belajar ini berfungsi untuk bertahan hidup. Pembelajaran sepanjang hayat merupakan suatu gagasan manusia untuk selalu mempelajari hal-hal baru sampai akhir hayat, belajar merupakan proses interaksi dan relasi yang berlansung sepanjang hidup seseorang dalam suatu konteks sosial tertentu, hingga berakhir dengan kematian. Artinya bahwa, belajar merupakan suatu proses transformasi pengalaman yang dimiliki seseorang dan akan selalu terjadi ketika individu berinteraksi dengan lingkungan sosial yang lebihl luas. Pengalaman tersebut dimulai dari sensasi tubuh (body sensation) , seperti suara, cahaya, bebauan, dan lain-lain. Selanjunya seseorang dapat mentransformasikan sensasi tersebut dan belajar membuatnya bermakna bagi dirinya. Inilah sesungguhnya tahap pertama di dalam belajar manusia. 
Praktik literasi informasi dalam proses pembelajaran sepanjang hayat sebenarnya melekat dengan karakter manusia pada umumnya sebagai makhluk pembelajar. Sesuai dengan pekerjaannya, manusia melakukan proses belajar guna meningkatkan kemampuan diri. Literasi informasi dalam pembelajaran sepanjang hayat dilakukan melalui berbagai media media penyimpan informasi  sesuai dengan perkembangan zaman.  Jika dahulu menggunakan media cetak dan analog kini penyimpanan informasi terus berkembang menjadi berbasis digital dan terkoneksi secara mendunia atau yang kita kenal dengan sebutan internet. Kecakapan pencarian informasi merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan dalam kehidupan di era masyarakat informasi. Perkembangan zaman merupakan hal yang tidak bisa dihentikan oleh karena itu penting untuk menyediakan sarana/sumber pencarian informasi yang akurat.