DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

Informasi

Informasi 10 Mei 2024

KECERDASAN BUATAN (ARTIFICIAL INTELLIGENCE) PADA PENGOLAHAN ARSIP FOTO

Salah satu tujuan penyelenggaraan kearsipan yaitu meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Dalam melaksanakan tujuan tersebut, lembaga kearsipan menggunakan salah satu asas yaitu keantisipatifan. Asas “keantisipatifan” adalah penyelenggaraan kearsipan harus didasari pada antisipasi atau kesadaran terhadap berbagai perubahan dan kemungkinan perkembangan pentingnya arsip bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan kearsipan di antaranya adalah perkembangan teknologi informasi,budaya, dan ketatanegaraan.

Perkembangan teknologi informasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Berkat dorongan inovasi, perkembangan teknologi informasi diharapkan dapat membantu pekerjaan manusia menjadi lebih mudah. Pada konteks Revolusi Industri 4.0, beberapa perkembangan teknologi informasi yang penting di antaranya adalah big data, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), blockchain, dan teknologi finansial (tekfin). Inovasi teknologi informasi ini kemudian mempengaruhi lahirnya inovasi di bidang lain, seperti pemerintahan, transportasi, ekonomi, komunikasi, dan lainnya. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah meluncurkan program Jakarta Smart City yang berbasis data, real-time, internet, dan algoritma kompleks (Saunders and Baeck, 2015).

Lalu, bagaimana dengan bidang kearsipan? Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sebagai lembaga kearsipan tingkat pusat tentu harus menjadi pionir dalam pengembangan kecerdasan buatan dalam bidang kearsipan. Beberapa penerapan
kecerdasan buatan dalam bidang kearsipan antara lain adalah dalam penentuan klasifikasi, transkripsi (contoh: dari suara ke teks, optical character recognition), transliterasi, maupun penyusutan arsip, tentunya dalam konteks arsip digital (Rolan,
et.al, 2018). Di luar itu terdapat peluang untuk melakukan pekerjaan kearsipan menggunakan kecerdasan buatan, yaitu pengolahan arsip foto.

Arsip Foto
Arsip foto menjadi bagian dari khazanah arsip yang dimiliki oleh ANRI selain arsip kertas (konvensional) dan media lainnya. Arsip foto tersebut banyak dimanfaatkan oleh para pengguna arsip dari berbagai kalangan, baik internal maupun eksternal. Pada penggunaan internal, arsip foto sering digunakan untuk pameran kearsipan (termasuk pameran virtual) dan juga penulisan naskah sumber arsip. Sementera pada penggunaan eksternal, arsip foto sering digunakan untuk penulisan sejarah, profil lembaga, dan biografi. Pada kalangan pers, arsip foto sangat penting pengunaannya dalam pembuatan film dokumenter maupun penyusunan infografis yang disajikan pada media-media elektronik.

Jumlah arsip foto yang tersimpan di ANRI yaitu 3.460.868 lembar. Akan tetapi, dari keseluruhan jumlah tersebut baru 150.043 lembar yang sudah diolah atau sekitar 4,34% (Data Khazanah Direktorat Pengolahan tahun 2021). Tentunya kondisi tersebut menjadi masalah terkait akses dan kebutuhan informasi untuk masyarakat. Karena syarat arsip dapat diakses apabila telah dibuat sarana bantu penemuan kembali arsip statis (finding aids) sebagai hasil (output) dari kegiatan pengolahan arsip statis pada lembaga kearsipan (Peraturan Kepala ANRI Nomor 27 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Sarana Penemuan Kembali Arsip Statis).

Beberapa kendala dari pengolahan arsip foto adalah kesulitan dalam tahapan deskripsi. Untuk menguraikan informasi deskripsi dalam sebuah foto dibutuhkan pengenalan nama tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu kejadian. Dalam hal pengenalan tokoh, selama ini arsiparis melakukannya dengan cara manual, yaitu mencari melalui buku atau internet. Hal ini tentu menyita waktu dalam proses deskripsi arsip. Oleh karena itu, perlu sebuah ide penggunaan kecerdasan buatan untuk membantu arsiparis mendeskripsi arsip foto khususnya dalam hal mendeteksi identitas tokoh.

Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan adalah suatu program komputasi yang dapat membuat mesin bekerja layaknya kecerdasan manusia seperti mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan melakukan prediksi (Russell and Norvig, 2016). Penelitian kecerdasan buatan telah berkembang sejak tahun 1950-an. Allan Turing dianggap sebagai orang pertama yang mengeluarkan pikiran tentang kecerdasan buatan secara lengkap pada artikelnya yang berjudul “Computing machinery and Intelligent”. Namun, penerapannya sempat mengalami kelambanan karena berkurangnya ketertarikan pada bidang tersebut. Saat ini, penerapan kecerdasan buatan mengalami kemajuan yang antara lain didorong oleh ketersediaan big data. Big data telah membuat kecerdasan buatan menjadi lebih ‘pintar’ dan lebih akurat dalam memberikan hasil. Selain itu perkembangan kecerdasan buatan juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu kemampuan komputasi yang meningkat di masyarakat khususnya generasi muda.

Kecerdasan buatan bekerja menggunakan algoritma dengan machine learning dan deep learning sebagai dua teknik yang paling populer untuk memproses data menggunakan kecerdasan buatan.

  • Algoritma, secara singkat,merujuk pada instruksi komputasi yang tersusun secara berurutan (Knuth, 1998). Algoritma ini yang kemudian menjadi ‘resep’ bagi program kecerdasan buatan yang menghasilkan prediksi dan luaran (Gillespie, 2014).
  • Machine learning adalah subset dari kecerdasan buatan. Untuk membuat suatu mesin menjadi cerdas, algoritma machine learning pada suatu mesin pertama-tama memelajari pemberian data (input) yang dilakukan manusia kepada suatu mesin (Goldberg and Holland, 1988). Berdasarkan masukan data tersebut, mesin kemudian memberikan luaran (output) tertentu. Proses pelatihan suatu mesin (training) dengan memberi data dan merespon luaran data ini terjadi berulang-
    ulang sehingga kemudian mesin dapat memprediksi pola umum (model) fungsi kecerdasan (intelligence) manusia.
  • Deep learning adalah bidang turunan dari machine learning. Dibandingkan machine learning, deep learning bekerja lebih mandiri (LeCun et al., 2015). Kemandirian ini karena algoritma deep learning melatih mesin dengan data yang jauh lebih banyak dan dengan tingkatan yang berlapis-lapis (nested hierarchical layers). Dengan demikian, mesin akan mampu mengenali sendiri pola umum pada suatu data, bahkan tanpa memerlukan bantuan manusia untuk memberikan masukan (input).

Kecerdasan buatan dapat dilasifikasi menjadi dua kategori yaitu kecerdasan buatan dengan tingkat keterlibatan mesin rendah dan keterlibatan mesin tinggi. Kategori pertama misalnya, pada konversi gambar ke tulisan. Sistem ini memerlukan peran manusia untuk memberikan masukan berupa gambar ke dalam sistem. Sistem ini bersifat spesifik karena hanya ditujukan untuk mengkonversi gambar menjadi tulisan (contoh kasus pada artikel ini). Jenis kecerdasan kategori kedua dapat ditemukan pada sistem pendeteksi penipuan transaksi dan sistem mobil tanpa pengendara (autonomous vehicle).

Kecerdasan Buatan: Pengenalan Wajah (Face Recognition)

Seperti yang telah diuraikan di awal, salah satu kendala dalam deskripsi arsip foto adalah penentuan nama tokoh pada setiap foto. Tujuan kecerdasan buatan adalah membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini, kecerdasan buatan dapat membantu arsiparis untuk menentukan nama dalam foto yang akan dideskripsi. Salah satu produk dari kecerdasan buatan adalah yang dikenal dengan nama pengenalan wajah (face recognition). Face recognition adalah salah satu sistem identifikasi biometrik yang sangat efektif dalam menghasilkan informasi. Hal tersebut bisa terjadi karena penggunaan algoritma neural network yang berperan penting dalam pengembangan sistem face recognition. Neural network dibuat
berdasarkan model cara kerja otak manusia. Algoritma ini kemudian mencoba meniru proses otak mengenali wajah seseorang. Alam bawah sadar otak akan mencoba mengenali fitur-fitur khusus pada wajah. Seperti jarak antara mata, tinggi dahi,
lebar hidung, dan sebagainya. Algoritma face recognition kemudian dirancang untuk memetakan fitur wajah seseorang secara matematis. Data fitur wajah yang disebut faceprint ini kemudian disimpan untuk dicocokkan dengan hasil pencarian. Hampir sama dengan rekaman sidik jari, faceprint adalah sekumpulan karakter yang jika digabungkan akan mampu mengidentifikasi wajah seseorang. (Arfienda, 2018).

Kecerdasan Buatan Pada Deskripsi Arsip Foto
Lalu, bagaimana kemajuan teknologi ini dapat membantu pekerjaan arsiparis dalam mengolah arsip foto, khususnya ketika deskripsi? Ketika mendeskripsi sebuah foto, seorang arsiparis harus memuat uraian informasi setidaknya 4W (Who, What,  Where, When). Who terkait pelaku atau tokoh, What terkait kegiatan atau peristiwa, Where terkait lokasi peristiwa atau tokoh tersebut berada, dan When terkait dengan waktu kejadian peristiwa. ontoh uraian informasi pada deskripsi tersebut sudah memenuhi unsur 4W, yaitu tokoh adalah Presiden Sukarno, peristiwa adalah foto bersama dengan para anggota kabinet, lokasi adalah di Istana Negara, Jakarta dan waktu adalah 1 Agustus 1953.

Akan tetapi, beberapa tahun ini Direktorat Pengolahan berusaha meningkatkan kualitas deskripsi dengan mencari tokoh-tokoh lain yang ada di dalam setiap foto. Bukan hanya tokoh utama seperti presiden atau wakil presiden melainkan tokoh lainnya seperti para menteri, anggota dewan, pimpinan militer, kepala daerah, ataupun istri dari para tokoh-tokoh tersebut. Jika dilihat pada contoh foto di atas, maka deskripsi dengan kualitas baik adalah dengan menyebutkan nama semua menteri
yang ada. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dalam setiap foto.

Untuk mencari tahu identitas para tokoh yang ada, selama ini arsiparis mencari secara manual, di antaranya dengan menggunakan buku yang sezaman. Buku ini menjadi salah satu sumber untuk menentukan nama tokoh ketika mendeskripsi arsip foto periode 1954. Tentunya arsiparis harus berkali-kali membuka buku tersebut. Sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan membutuhkan kecermatan tinggi. Selain buku, salah satu sumber pencarian dan verifikasi nama tokoh adalah menggunakan mesin pencarian di internet. Pekerjaan deskripsi foto kemudian terkendala dengan lamanya pencarian nama tokoh tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan pemanfaatan kecerdasan buatan, dalam hal ini face recognition untuk mempercepat proses penemuan nama-nama tokoh. Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh seorang arsiparis dalam proses pengembangan kecerdasan buatan face recognition ini? Jawabannya adalah menyusun sebuah database identitas tokoh. Jika tidak ada database, face recognition tidak akan bisa bekerja. Semakin banyak contoh foto yang ditampilkan dalam database, maka semakin akurat face recognition bekerja. Selanjutnya, database nama-nama tokoh yang disusun oleh arsiparis akan masuk dalam ke sebuah sistem dan masuk ke dalam Big Data. Perkembangan Big Data dapat dimanfaatkan oleh machine learning sehingga menjadi faktor kesuksesan pemanfaatan kecerdasan buatan di ranah praktis seperti face recognition.

Jika proses ini sudah berjalan, maka arsiparis tidak perlu lagi mencari nama tokoh melalui buku-buku yang ada tetapi cukup melakukan pemindaian foto (jika belum dalam bentuk digital), kemudian mesin yang bekerja menentukan identitas tokoh yang ada di dalam foto tersebut. Hal ini akan menyingkat waktu pekerjaan dan membuat deskripsi lebih akurat. Pengembangan kecerdasan buatan ini memerlukan kerja kolaboratif antar lembaga. Bukan saja ANRI sebagai lembaga kearsipan tetapi juga Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang lebih berpengalaman dalam bidang kecerdasan buatan khususnya dalam hal pengembangan software. Selain itu ANRI perlu mengajak perguruan tinggi
yang mempunyai konsentrasi dalam kecerdasan buatan untuk membantu pengembangan kecerdasan buatan di bidang kearsipan.

ANRI juga perlu untuk membuat kebijakan khusus terkait pengembangan kecerdasan buatan untuk mendorong lembaga kearsipan pada tingkat daerah dan perguruan tinggi mulai memikirkan pemanfaatan kecerdasan buatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Dari kebijakan ini diharapkan pula adanya alokasi anggaran khusus pengembangan kecerdasan buatan. Karena sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa pengelolaan arsip harus dilakukan dengan cara-cara baru, dengan  memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Tentu saja kemajuan teknologi ini salah satunya kecerdasan buatan. (Widhi Setyo Putro, Dikutip dari Majalah ARSIP, Edisi 81, 2023)