KECERDASAN BUATAN (ARTIFICIAL INTELLIGENCE) PADA PENGOLAHAN ARSIP FOTO
Salah satu tujuan penyelenggaraan kearsipan yaitu meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya. Dalam melaksanakan tujuan tersebut, lembaga kearsipan menggunakan salah satu asas yaitu keantisipatifan. Asas “keantisipatifan” adalah penyelenggaraan kearsipan harus didasari pada antisipasi atau kesadaran terhadap berbagai perubahan dan kemungkinan perkembangan pentingnya arsip bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkembangan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan kearsipan di antaranya adalah perkembangan teknologi informasi,budaya, dan ketatanegaraan.
Perkembangan teknologi informasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Berkat dorongan inovasi, perkembangan teknologi informasi diharapkan dapat membantu pekerjaan manusia menjadi lebih mudah. Pada konteks Revolusi Industri 4.0, beberapa perkembangan teknologi informasi yang penting di antaranya adalah big data, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), blockchain, dan teknologi finansial (tekfin). Inovasi teknologi informasi ini kemudian mempengaruhi lahirnya inovasi di bidang lain, seperti pemerintahan, transportasi, ekonomi, komunikasi, dan lainnya. Sebagai contoh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah meluncurkan program Jakarta Smart City yang berbasis data, real-time, internet, dan algoritma kompleks (Saunders and Baeck, 2015).
Lalu, bagaimana
dengan bidang kearsipan? Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
sebagai lembaga kearsipan tingkat pusat tentu harus menjadi pionir dalam
pengembangan kecerdasan buatan dalam bidang kearsipan. Beberapa
penerapan
kecerdasan buatan dalam bidang kearsipan antara lain adalah
dalam penentuan klasifikasi, transkripsi (contoh: dari suara ke teks,
optical character recognition), transliterasi, maupun penyusutan arsip,
tentunya dalam konteks arsip digital (Rolan,
et.al, 2018). Di luar
itu terdapat peluang untuk melakukan pekerjaan kearsipan menggunakan
kecerdasan buatan, yaitu pengolahan arsip foto.
Arsip Foto
Arsip
foto menjadi bagian dari khazanah arsip yang dimiliki oleh ANRI selain
arsip kertas (konvensional) dan media lainnya. Arsip foto tersebut
banyak dimanfaatkan oleh para pengguna arsip dari berbagai kalangan,
baik internal maupun eksternal. Pada penggunaan internal, arsip foto
sering digunakan untuk pameran kearsipan (termasuk pameran virtual) dan
juga penulisan naskah sumber arsip. Sementera pada penggunaan eksternal,
arsip foto sering digunakan untuk penulisan sejarah, profil lembaga,
dan biografi. Pada kalangan pers, arsip foto sangat penting pengunaannya
dalam pembuatan film dokumenter maupun penyusunan infografis yang
disajikan pada media-media elektronik.
Jumlah arsip foto yang tersimpan di ANRI yaitu 3.460.868 lembar. Akan tetapi, dari keseluruhan jumlah tersebut baru 150.043 lembar yang sudah diolah atau sekitar 4,34% (Data Khazanah Direktorat Pengolahan tahun 2021). Tentunya kondisi tersebut menjadi masalah terkait akses dan kebutuhan informasi untuk masyarakat. Karena syarat arsip dapat diakses apabila telah dibuat sarana bantu penemuan kembali arsip statis (finding aids) sebagai hasil (output) dari kegiatan pengolahan arsip statis pada lembaga kearsipan (Peraturan Kepala ANRI Nomor 27 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Sarana Penemuan Kembali Arsip Statis).
Beberapa kendala dari pengolahan arsip foto adalah kesulitan dalam tahapan deskripsi. Untuk menguraikan informasi deskripsi dalam sebuah foto dibutuhkan pengenalan nama tokoh, peristiwa, tempat, dan waktu kejadian. Dalam hal pengenalan tokoh, selama ini arsiparis melakukannya dengan cara manual, yaitu mencari melalui buku atau internet. Hal ini tentu menyita waktu dalam proses deskripsi arsip. Oleh karena itu, perlu sebuah ide penggunaan kecerdasan buatan untuk membantu arsiparis mendeskripsi arsip foto khususnya dalam hal mendeteksi identitas tokoh.
Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan adalah suatu program
komputasi yang dapat membuat mesin bekerja layaknya kecerdasan manusia
seperti mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan melakukan prediksi
(Russell and Norvig, 2016). Penelitian kecerdasan buatan telah
berkembang sejak tahun 1950-an. Allan Turing dianggap sebagai orang
pertama yang mengeluarkan pikiran tentang kecerdasan buatan secara
lengkap pada artikelnya yang berjudul “Computing machinery and
Intelligent”. Namun, penerapannya sempat mengalami kelambanan karena
berkurangnya ketertarikan pada bidang tersebut. Saat ini, penerapan
kecerdasan buatan mengalami kemajuan yang antara lain didorong oleh
ketersediaan big data. Big data telah membuat kecerdasan buatan menjadi
lebih ‘pintar’ dan lebih akurat dalam memberikan hasil. Selain itu
perkembangan kecerdasan buatan juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu
kemampuan komputasi yang meningkat di masyarakat khususnya generasi
muda.
Kecerdasan buatan bekerja menggunakan algoritma dengan machine learning dan deep learning sebagai dua teknik yang paling populer untuk memproses data menggunakan kecerdasan buatan.
- Algoritma, secara singkat,merujuk pada instruksi komputasi yang tersusun secara berurutan (Knuth, 1998). Algoritma ini yang kemudian menjadi ‘resep’ bagi program kecerdasan buatan yang menghasilkan prediksi dan luaran (Gillespie, 2014).
- Machine learning adalah subset dari
kecerdasan buatan. Untuk membuat suatu mesin menjadi cerdas, algoritma
machine learning pada suatu mesin pertama-tama memelajari pemberian data
(input) yang dilakukan manusia kepada suatu mesin (Goldberg and
Holland, 1988). Berdasarkan masukan data tersebut, mesin kemudian
memberikan luaran (output) tertentu. Proses pelatihan suatu mesin
(training) dengan memberi data dan merespon luaran data ini terjadi
berulang-
ulang sehingga kemudian mesin dapat memprediksi pola umum (model) fungsi kecerdasan (intelligence) manusia. - Deep learning adalah bidang turunan dari machine learning. Dibandingkan machine learning, deep learning bekerja lebih mandiri (LeCun et al., 2015). Kemandirian ini karena algoritma deep learning melatih mesin dengan data yang jauh lebih banyak dan dengan tingkatan yang berlapis-lapis (nested hierarchical layers). Dengan demikian, mesin akan mampu mengenali sendiri pola umum pada suatu data, bahkan tanpa memerlukan bantuan manusia untuk memberikan masukan (input).
Kecerdasan buatan dapat dilasifikasi menjadi dua kategori yaitu kecerdasan buatan dengan tingkat keterlibatan mesin rendah dan keterlibatan mesin tinggi. Kategori pertama misalnya, pada konversi gambar ke tulisan. Sistem ini memerlukan peran manusia untuk memberikan masukan berupa gambar ke dalam sistem. Sistem ini bersifat spesifik karena hanya ditujukan untuk mengkonversi gambar menjadi tulisan (contoh kasus pada artikel ini). Jenis kecerdasan kategori kedua dapat ditemukan pada sistem pendeteksi penipuan transaksi dan sistem mobil tanpa pengendara (autonomous vehicle).
Kecerdasan Buatan: Pengenalan Wajah (Face Recognition)
Seperti
yang telah diuraikan di awal, salah satu kendala dalam deskripsi arsip
foto adalah penentuan nama tokoh pada setiap foto. Tujuan kecerdasan
buatan adalah membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya. Dalam hal
ini, kecerdasan buatan dapat membantu arsiparis untuk menentukan nama
dalam foto yang akan dideskripsi. Salah satu produk dari kecerdasan
buatan adalah yang dikenal dengan nama pengenalan wajah (face
recognition). Face recognition adalah salah satu sistem identifikasi
biometrik yang sangat efektif dalam menghasilkan informasi. Hal tersebut
bisa terjadi karena penggunaan algoritma neural network yang berperan
penting dalam pengembangan sistem face recognition. Neural network
dibuat
berdasarkan model cara kerja otak manusia. Algoritma ini
kemudian mencoba meniru proses otak mengenali wajah seseorang. Alam
bawah sadar otak akan mencoba mengenali fitur-fitur khusus pada wajah.
Seperti jarak antara mata, tinggi dahi,
lebar hidung, dan sebagainya.
Algoritma face recognition kemudian dirancang untuk memetakan fitur
wajah seseorang secara matematis. Data fitur wajah yang disebut
faceprint ini kemudian disimpan untuk dicocokkan dengan hasil pencarian.
Hampir sama dengan rekaman sidik jari, faceprint adalah sekumpulan
karakter yang jika digabungkan akan mampu mengidentifikasi wajah
seseorang. (Arfienda, 2018).
Kecerdasan Buatan Pada Deskripsi Arsip Foto
Lalu,
bagaimana kemajuan teknologi ini dapat membantu pekerjaan arsiparis
dalam mengolah arsip foto, khususnya ketika deskripsi? Ketika
mendeskripsi sebuah foto, seorang arsiparis harus memuat uraian
informasi setidaknya 4W (Who, What, Where, When). Who terkait pelaku
atau tokoh, What terkait kegiatan atau peristiwa, Where terkait lokasi
peristiwa atau tokoh tersebut berada, dan When terkait dengan waktu
kejadian peristiwa. ontoh uraian informasi pada deskripsi tersebut sudah
memenuhi unsur 4W, yaitu tokoh adalah Presiden Sukarno, peristiwa
adalah foto bersama dengan para anggota kabinet, lokasi adalah di Istana
Negara, Jakarta dan waktu adalah 1 Agustus 1953.
Akan tetapi,
beberapa tahun ini Direktorat Pengolahan berusaha meningkatkan kualitas
deskripsi dengan mencari tokoh-tokoh lain yang ada di dalam setiap foto.
Bukan hanya tokoh utama seperti presiden atau wakil presiden melainkan
tokoh lainnya seperti para menteri, anggota dewan, pimpinan militer,
kepala daerah, ataupun istri dari para tokoh-tokoh tersebut. Jika
dilihat pada contoh foto di atas, maka deskripsi dengan kualitas baik
adalah dengan menyebutkan nama semua menteri
yang ada. Hal ini sangat berguna bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dalam setiap foto.
Untuk mencari tahu identitas para tokoh yang ada, selama ini arsiparis mencari secara manual, di antaranya dengan menggunakan buku yang sezaman. Buku ini menjadi salah satu sumber untuk menentukan nama tokoh ketika mendeskripsi arsip foto periode 1954. Tentunya arsiparis harus berkali-kali membuka buku tersebut. Sebuah pekerjaan yang menyita waktu dan membutuhkan kecermatan tinggi. Selain buku, salah satu sumber pencarian dan verifikasi nama tokoh adalah menggunakan mesin pencarian di internet. Pekerjaan deskripsi foto kemudian terkendala dengan lamanya pencarian nama tokoh tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan pemanfaatan kecerdasan buatan, dalam hal ini face recognition untuk mempercepat proses penemuan nama-nama tokoh. Kemudian, apa yang harus dilakukan oleh seorang arsiparis dalam proses pengembangan kecerdasan buatan face recognition ini? Jawabannya adalah menyusun sebuah database identitas tokoh. Jika tidak ada database, face recognition tidak akan bisa bekerja. Semakin banyak contoh foto yang ditampilkan dalam database, maka semakin akurat face recognition bekerja. Selanjutnya, database nama-nama tokoh yang disusun oleh arsiparis akan masuk dalam ke sebuah sistem dan masuk ke dalam Big Data. Perkembangan Big Data dapat dimanfaatkan oleh machine learning sehingga menjadi faktor kesuksesan pemanfaatan kecerdasan buatan di ranah praktis seperti face recognition.
Jika proses ini sudah berjalan, maka arsiparis tidak perlu lagi
mencari nama tokoh melalui buku-buku yang ada tetapi cukup melakukan
pemindaian foto (jika belum dalam bentuk digital), kemudian mesin yang
bekerja menentukan identitas tokoh yang ada di dalam foto tersebut. Hal
ini akan menyingkat waktu pekerjaan dan membuat deskripsi lebih akurat.
Pengembangan kecerdasan buatan ini memerlukan kerja kolaboratif antar
lembaga. Bukan saja ANRI sebagai lembaga kearsipan tetapi juga Badan
Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang lebih berpengalaman dalam bidang kecerdasan buatan
khususnya dalam hal pengembangan software. Selain itu ANRI perlu
mengajak perguruan tinggi
yang mempunyai konsentrasi dalam kecerdasan buatan untuk membantu pengembangan kecerdasan buatan di bidang kearsipan.
ANRI
juga perlu untuk membuat kebijakan khusus terkait pengembangan
kecerdasan buatan untuk mendorong lembaga kearsipan pada tingkat daerah
dan perguruan tinggi mulai memikirkan pemanfaatan kecerdasan buatan
dalam menyelesaikan pekerjaan. Dari kebijakan ini diharapkan pula adanya
alokasi anggaran khusus pengembangan kecerdasan buatan. Karena sesuai
dengan arahan Presiden Joko Widodo bahwa pengelolaan arsip harus
dilakukan dengan cara-cara baru, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
digital. Tentu saja kemajuan teknologi ini salah satunya kecerdasan
buatan. (Widhi Setyo Putro, Dikutip dari Majalah ARSIP, Edisi 81, 2023)