SELAMAT HARI JADI LAMONGAN YANG KE 454 TAHUN
Dua puluh enam (26) Mei merupakan tanggal istimewa bagi Kabupaten
Lamongan. Tanggal tersebut merupakan Hari Jadi Lamongan (HJL). Kabupaten
Lamongan pada tanggal 26 Mei 2023 yang akan datang akan berumur 454 tahun. Tema
HJL ke-454 adalah “Merajut Harmoni Untuk Lamongan Megilan”.
dikutip dari https://id.wikipedia.org
Nama Lamongan berasal dari nama seorang tokoh pada masa silam. Pada
zaman dulu, ada seorang pemuda bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga,
maka ia disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian bernama Mbah Lamong, yaitu
sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong
Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta
dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata Mbah Lamong inilah kawasan ini
lalu disebut Lamongan. Adapun yang menobatkan Tumenggung Surajaya menjadi
Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng
Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut
bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan
Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam
dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut
bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10
Dzulhijjah.
Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur
yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi
dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil
sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri yang ditulis tangan dalam
huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik.
Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa
diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam
pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang
hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan.
Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari
pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari
dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang
bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat
di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno
yang berlaku pada zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu,
selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para
Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam.
Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam
tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha.
Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia
menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama
dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun
976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan
dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1
Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan
bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26
Mei 1569 M.
Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai
akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung pada zaman
keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang
bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang
mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah
Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng
Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan
yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin
dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang
Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa.
Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing
yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten
Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi
seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik,
pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk
beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk
Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur
pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat
Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut
Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi. Ringkasnya sejarah, Rangga
Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong,
akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang
disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama
Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan.
Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga
Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha
menyebarkan agama Islam, mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang
masih ada. (Sumber : Pemkab Lamongan, Jatim.go.id, hanifmu.com)